Jangan mengira penerapan sport science wajib atau pasti
didukung oleh alat berteknologi canggih berharga mahal. Menurut Guru
Besar Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Prof. Made Sriundy Mahardika,
yang terpenting adalah bagaimana pelatih atau atlet menguasai teorinya
terlebih dahulu.
Perkembangan olahraga di Indonesia dewasa ini
memang pesat. Hanya mengandalkan pengalaman menjadi atlet untuk bekal
melatih adalah hal yang tradisional, kuno. Sekarang semua sudah terukur
di dunia olahraga. Mau berbicara kelebihan dan kekurangan atlet, semua
ada datanya.
Seiring berkembangnya sport science di
Indonesia, sejumlah daerah pun mulai menerapkannya. Salah satu daerah
yang getol adalah Jawa Timur (Jatim). Dengan dimotori oleh KONI Jatim,
sejumlah kota dan kabupaten di Jatim sudah mulai menerapkan sport science pada pembinaan atletnya.
Lalu pertanyaan pun pun muncul. Apakah penerapan sport science
harus ditunjang peralatan yang canggih? Jawabannya adalah tidak.
“Aplikasi teori tidak perlu harus pakai alat yang canggih. Persoalannya
adalah kita tidak menguasai teori pelatihannya,” jelas Made.
Bapak tiga anak ini kembali menegaskan bahwa tidak melulu perlu alat canggih untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di olahraga. “Kuasai dulu teorinya, jangan berfokus pada alat. Yang penting terukur dan progresnya tampak,” tegasnya.
Made
menambahkan bahwa atlet tidak bisa diproduksi secara instan, harus ada
tahapan. Untuk menjadi bintang, para atlet juga harus mengorbankan
banyak hal. “Juga membutuhkan (penerapan) iptek keolahragaan agar
efektif, efisien dan terukur,” tuturnya.
Ada lima peran iptek
dalam olahraga. Pertama, memberikan kemudahan. Kedua, memberikan
kepastian tentang asupan gizi yang proporsional dalam medukung prestasi.
Ketiga, memberikan kepastian kondisi atlet tentang kesangggupan
menerima beban latihan.
Keempat, memberikan gambaran yang tepat
tentang efektivitas teknik atet dan merancang perbaikannya. Kelima,
memberikan gambaran tentang kualitas komponen atlet.
sumber sport jp.com
0 Comments